Rabu, 19 Mei 2010

DALAM SIRIK ADA IRI

Judul ini dikutip dari perkataan seorang teman


Pertemanan yang tidak cocok bisa menjadi musuh dalam selimut. Apalagi pertemanan yang dibumbui unsur iri dan dengki. Entah apa yang ada di dalam pikiran temanku itu, sebut saja A, yang selalu merasa iri dengan aku dan temanku yang lain, B.

dia yang datang, dia juga yang pergi

Awalnya aku hanya dekat dengan B. Sampai di suatu titik dimana A bergabung dengan kami. Kami bukan geng! Kami hanya selalu terlihat bertiga. Sebetulnya aku dan B punya teman - teman akrab lainnya di kelas yang sering bercada tawa bersama.
Jujur aku lebih dekat dengan B. Lebih enak diajak ngobrol. Dan tidak jarang kami berdua seakan punya dunia sendiri. A adalah orang yang mendahulukan perasaan daripada pikiran. Malas aku kadang dengannya. Terlalu sensitive.

Pada suatu hari, aku dan B merencakan liburan sehabis ujian ke luar negeri. A sudah diberitahu kok. Dan kami juga tahu bahwa dia pasti tidak diijinkan oleh orangtuanya yang super overprotective dan perfectionis. Itu masih rencana lho. Sampai aku mendapat kabar dari tanteku kalau beliau mendapat voucher tiket pesawat gratis dan dapat digunakan untuk kami berdua. Pagi itu, aku memanggil B - yang kala itu sedang ngobrol dengan A, dan mematangkan rencana liburan.

Kami berdua tidak pernah berpikir A akan merasa tersinggung dan merasa dijauhi. Tapi setelah pulang sekolah, terdapat sindiran - sindiran A yang ditulis di dalam twitter. Pertama kami tidak mau berasa kalo tweet - tweet tersebut diajukan kepada kami. Tapi makin lama kesannya makin menusuk kami. Aku yang tidak tahan dengan itu, akhirnya sengaja menulis tweet yang menyatakan bahwa aku dan B baru saja selesai makan sushi bersama.

dia yang mulai, dia yang usai

Semakin lama semakin aneh. Juga semakin lebay. Dia nangis! Konferens melalui bbm akhirnya dimulai. Banyak hal yang diperbincangkan, tapi aku tidak penuh mengikutinya. Terlalu MUAK! Dia minta maaf. Yah masalah selesai. Tapi hanya untuk hari itu selesainya. Aku masih bingung dengan keadaan itu. Bahkan sampai sekarang. Tapi aku berusaha untuk melupakan. Tak peduli dengan apa yang dia perbuat lagi.

yah, aku tahu..

Sebetulnya dia hanya iri. Dia hanya ingin merasakan apa yang kami rasakan. Orangtuanya adalah faktor penghambat dalam hidupnya. Dan yang lebih kasihan, dia tidak bisa melawan. Aku kasihan padanya.

Lebih tepatnya aku kasihan dengan semua orang yang selalu iri dengan orang lain. Selalu melihat orang lain lebih beruntung daripada dirinya sendiri. Orang - orang seperti itu harus diubah cara pandangnya.

Kita hanya harus BERSYUKUR dengan apa yang kita miliki.
Itulah kunci kebahagiaan hidup.

2 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. hahah nice
    psst i think i know who are those alphabetical persons in this story :P

    BalasHapus